Reportase Eksplorasi Cisoka


Guna melatih dan memperdalam keilmuan anggota UKF khususnya angkatan baru, maka UKF tiap tahunnya mengadakan Eksplorasi yang dilakukan perdivisi. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, eksplorasi kali ini setiap divisi berhak untuk menentukan sendiri lokasi yang akan dieksplor. Namun, untuk DKM (Primata, Karnivora, dan Herbivora) dan DKB memutuskan untuk di tempat yang sama yaitu Cisoka-TNGHS.

Pukul 03.00 dini hari, Jumat 22 April 2011, seluruh peserta eksplor dari keempat divisi yang berjumlah 34 orang berkumpul di depan BNI. Meski mengantuk namun tidak menyurutkan semangat para peserta eksplorasi Cisoka. Sekitar pukul 03.30 truk datang, dan  kami berangkat menuju Cisoka-TNGHS. Kurang lebih 4 jam perjalanan menggunakan truk, kami  turun dan meneruskan sisa perjalanan camp. Sekitar 200 m kami berjalan di aspal dan sisanya kami harus melewati jalan setapak hutan yang becek dan berlumpur. 800 m perjalanan di dalam hutan hanya kami tempuh dalam waktu kurang lebih setengah jam (kegiatan lapang paling dekat dan paling cepat !).

Setengah 9 kurang kami sampai di camp dan cuaca saat itu cerah. Kamipun langsung mendirikan tenda dan memasak. Sumber air terdekat dari camp tersebut sekitar 50 m dan membutuhkan sedikit perjuangan karena jalan yang sangat becek dan sempit. Pukul 11.00 tenda telah berdiri kokoh dan masakanpun sudah siap. Setelah makan, jadwal selanjutnya yaitu tagging jalur. Jalur pengamatan dibagi ke dalam enam jalur yaitu jalur Gunung Tenggek, Cadas putih, Ki arah jingkang, Cibandung,…,… . Saat akan melakukan tagging, langit tampak mendung dan disusul dengan hujan yang cukup deras. Tagging dibatalkan. Bukan  hujan yang jadi penyebab tapi karena tenda kami kebanjiran, dan tenda DKP yang paling parah tergenangnya. Kami sibuk membuang air dari dalam tenda dan membuat parit. Selama hujan turun, hal yang kami lakukan tersebut terasa sia-sia. Tenda tetap tergenang dan paritnya juga tidak berpengaruh (karena sudah terlanjur). Setelah bosan mengurusi tenda yang kebanjiran, beberapa diantara kami pun bersenang-senang bermain tarik tambang di bawah guyuran hujan, yang lain menjadi supporter tim masing-masing.

Akhirnya setelah hujan mulai reda, kami memindahkan tenda ke tempat yang lebih tinggi dengan kontur tanah yang miring, agar ketika hujan air dapat mengalir dan tidak tertampung di dalam tenda. Sekedar informasi bahwa camp kami yang sekarang merupakan sarang segala macam serangga termasuk ulat bulu !. Setelah urusan tenda selesai, dan hujan juga mulai berhenti, akhirnya kitapun melakukan tagging sekitar pukul 15.30. Peserta dibagi menjadi 6 kelompok yang terdiri dari 4 orang dan setiap kelompok melakukan tagging di tiap jalur. Pukul 17.00 tagging selesai dan tidak semua jalur menyelesaikan tagging sampai 2 km karena terkendala waktu. Bahkan ada jalur yang tidak melakukan tagging sama sekali karena salah jalan.

Keesokan harinya, pengamatan pagi dimulai. Untuk jalur yang belum di tagging maka pengamatan pagi dilakukan sambil men-tagging jalur. DKP sendiri melakukan pengamatan pagi di dua jalur yang dianggap cukup memiliki potensi primata yaitu jalur cibandung dan jalur Ki Arah Jingkang. Di jalur Cibandung kami menemukan 3 ekor Owa Jawa yaitu jantan, betina, dan juvenil yang sedang mencari makan dan berpindah tempat dari pohon yang satu ke yang lain. Ketiga ekor Owa Jawa ini dijumpai di HM 11 pada pukul 08.45. Di jalur Ki Arah Jingkang, pada pengamatan pagi kali ini tidak ddijumpai satwa primata, hal ini dapat disebabkan karena kondisi habitatnya yang sangat dekat dengan jalan setapak yang biasa dilewati oleh penduduk yang ingin berangkat menambang. Di HM 9 dan seterusnya juga didominasi oleh pohon pinus sehingga tidak ditemukan primata.

Selesai pengamatan, kamipun istirahat untuk makan siang sampai pukul 12.00. Kegiatan dilanjutkan dengan analisis vegetasi (anveg). Semua peserta di tiap divisi ikut melakukan anveg dan dibagi ke dalam beberapa kelompok ditiap tingkat permudaan pohon yaitu semai, pancang, tiang dan pohon. Semai adalah permudaan pohon yang baru tumbuh dengan tinggi kurang dari 1 m. Pancang adalah permudaan pohon yang memiliki diameter kurang dari 10 cm. Tihang memiliki diameter antara 10 cm – 2 cm. Sedangkan pohon yaitu memiliki diameter lebih dari 20 cm. Anveg dilakukan dengan membuat 5 plot yang masing-masing plot memiliki luas 20 x 20 m.

Sore harinya, DKP tidak melakukan pengamatan sore dikarenakan hujan. Bukan karena takut basah, tetapi apabila dilanjutkan pengamatan kemungkinan besar juga tidak akan menemukan satwa primata.

Minggu, 24 April 2011 adalah jadwal kami untuk kembali ke Bogor dan kembali kepada rutinitas kuliah. Namun, sebelumnya kami masih sempat untuk melakukan pengamtan pagi. DKP, dengan jalur yang sama yaitu jalur Cibandung dan jalur pulang menemuka 3 ekor Owa Jawa (Hylobates moloch) di jalur Cibandung dan 3 ekor lutung budeng (trachypitecus auratus) di jalur pulang

Sekitar pukul 12.30 kami semua bersiap untuk pulang. Kami pun turun sekitar pukul 13.00 dan sampai dijalan besar 30 menit kemudian. Ternyata truk pun belum datang. Namun, menurut informasi dari orang yang sedang menggembala kerbaunya disana, sebelumnya truk sudah datang dan cukup menunggu lama sehingga truk kembali ke MKK (Model Kampung Konservasi) dan kita diminta untuk berjalan sampai sana. Cukup jauh memang, tapi karena kondisi semua peserta yang fit ditambah dengan cuaca yang tidak panas maka kami semua berjalan menuju MKK, bahkan sambil bernyanyi dan berfoto-foto ria. Beruntung, ternyata kita tidak perlu berjalan jauh karena truk pun akhirnya datang. Sekitar pukul 15.00 kami pun berangkat meninggalkan Cisoka dan sampai ke Bogor sekitar pukul 20.00.

 

By : Dissa Natria DKP’7

 

Tinggalkan Balasan