Batik dan Burung, Sebuah Upaya Menghargai Sejarah dan Alam

Potret muda-mudi yang sedang belajar membatik didampingi oleh orang yang lebih tua. Foto: Minews.id

Sejarah Batik dan Benang Merahnya dengan Alam

Zaman berubah, mengikuti dinamika generasi muda-mudi dalam menghargai kehidupan. Bagi siapa saja yang percaya bahwa perubahan adalah sebuah keniscayaan, barangkali meyakini hal yang sama, jika nilai-nilai penting akar peradaban sepatutnya diteruskan lintas generasi. Salah satu bagian dari sejarah (Ismail et al 2012; Yulianto et al. 2019) adalah batik sebagai budaya warisan manusia (Intangible Cultural Heritage of Humanity) yang secara sah telah diakui UNESCO sebagai identitas bangsa Indonesia sejak tanggal 2 Oktober 2009.

Pengakuan dan ditetapkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi diperingati sebagai perayaan Hari Batik Nasional setiap tanggal 2 Oktober. Bahkan Pemerintah Indonesia menerbitkan Kepres No. 33 Tahun 2009 sebagai ditetapkannya Hari Batik Nasional sebagai salah satu upaya penyadartahuan masyarakat terhadap perlindungan dan pengembangan batik Indonesia.

Sebagaimana manfaat akar pohon yang terabaikan dengan pesona bunga. Aspek budaya dalam sejarah pun demikian. Sengketa terkait klaim kepemilikan budaya batik pernah terjadi antara Indonesia dan Malaysia, bukan sepihak, jelas karena akar rumpun budaya kedua negara ini merupakan akulturasi dari kesamaan latar belakang sejarah.

Kondisi masyarakat kepulauan Indonesia yang heterogen menyuguhkan keragaman batik yang berhubungan erat dengan budaya masyarakat setempat. Pemandangan ini nyata tertuang dalam falsafah semboyan bangsa Indonesia mengenai Bhineka Tunggal Ika, menghasilkan keragaman motif batik sekaligus menjadi identitas daerah.

Rujukan mengenai asal-usul batik, menurut Storey (1942) bahwa kain bercorak serupa dengan batik sudah ditemukan sejak warisan kebudayaan Tamadun Mesir pada abad ke-5, benang sejarah lainnya didapatkan berdasarkan lukisan makam purba (piramida) yang menunjukkan kain tersebut sudah ada sejak 2500 tahun SM. Sedangkan pendapat lain, menurut Shears (1977) bahwa batik sudah ada di China, India, dan Jepang sekitar abad ke-3 Masehi berupa kain sutra bermotif menyerupai bunga-bunga.

Alfred Steinmann, seorang Direktur Ethnographic Museum of the University of Zurich, menjelaskan bahwa kain serupa bercorak serupa batik di Indonesia pertama kali diboyong ke Jawa sekitar abad ke-11 dan ke-12 Masehi oleh orang-orang Singhali (Cinghales) dari Deccan ke India Timur lalu ke Jawa (Langawis dan Wagner 1964). Bahasa jawa menerjemahkan kain bercorak tersebut sebagai kata “bathik”, yang berarti rangkaian titik dengan motif tertentu.

Motif-motif yang ada pada kain batik umumnya memiliki unsur alam yang menggambarkan kesederhanaan dan keselarasan. Salah satu daerah dengan ciri khas batik yang menggambarkan objek alam seperti flora dan fauna adalah batik Sukapura dari Tasikmalaya. Hal tersebut merupakan dasar pegangan teguh falsafah masyarakat Tasikmalaya, yakni “hiduplah di alam, hiduplah dengan alam, dan hiduplah bersama alam.”

Contoh lain nilai budaya dan alam yang lebih jelas dapat dilihat pada penggambaran motif batik yang berasal dari tanah Papua. Lebih serius, upaya menghargai sejarah dan alam melalui eksplorasi motif baru batik di Papua didukung oleh Wakil Gubernur Provinsi Papua, Klemen Tinal, khususnya yang mengusung kekayaan keanekaragaman hayati melalui perencanaan motif batik Papua dengan karakter jenis burung endemik Papua, seperti burung cendrawasih, kasuari, dan mambruk.

Mengamati Burung Mengenakan Batik

Semasa sekolah, mengenakan batik menjadi bagian dari SOP berseragam. Sementara bagi pejabat publik, mengenakan batik merupakan SOP berpakaian formal dalam aktivitas bekerja. Namun bagaimana jadinya jika mengamati burung di alam mengenakan batik?

Terinspirasi dari kawan-kawan pengamat burung di Yogyakarta yang mengisi perayaan Hari Batik Nasional dengan cara mengamati burung di alam liar dengan mengenakan batik, tahun ini menjadi tahun kedua Uni Konservasi Fauna (UKF IPB ) merayakan kegiatan yang sama. Jika setahun yang lalu pengamatan dilakukan di kawasan ekowisata, tahun ini lokasi pengamatan terbagi menjadi dua titik lokasi yang dilakukan di wilayah kampus dan sekitar Kampus IPB Dramaga.

Tower air Masjid Al-Hurriyah dipilih sebagai lokasi pengamatan burung di wilayah kampus. Lalu lokasi kedua berada di sekitar kampus, tepatnya di areal persawahan Cangkurawok, Dramaga, Bogor. Bertepatan dengan musim migrasi burung, kedua lokasi ini disepakati menjadi titik lokasi pengamatan yang dianggap ideal untuk mengamati burung pemangsa (raptor) yang bermigrasi dari bumi belahan utara yang akan beristirahat (resting area) di wilayah Kampus IPB dan juga di wilayah Hutan CIFOR.

Sebagai organisasi mahasiswa yang bergerak di ranah pelestarian fauna dan habitatnya, UKF IPB memahami betul kegiatan semacam ini penting dilakukan, sebab kami percaya bahwa kegiatan positif sesederhana apapun akan menjadi sesuatu yang berdampak besar bagi kehidupan. Bukan sekarang, entah kapan. Upaya kecil yang dilakukan secara bersama-sama, merangsang kesadaran, dan akan berdampak masif bagi kelestarian budaya dan alam.

Referensi

Ismail T, Wiyantoro LS, Meutia, Muchlish M. 2012. Strategy, interactive control system and national culture: A case study of batik industry in Indonesia. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 65(ICIBSoS), 33–38.

Yulianto E, Prabawanto S, Sabandar J, Wahyudin. 2019. Pola sistematis dan sejarah batik sukapura: Sebuah kajian semiotika. Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika. 4(1): 15-30.

Storey J. 1942. Textile Printing. New York: Van Nostrand Reinhold Company.

Langewis L, Wagner FA. 1964. Indonesian Textiles. Leiden: N.V. Mouton&Co.

Shears C. 1977. Summary History of Asian Textile Materials, and Their Patterning Technique (Batik, Budhana, and Ikat) Based on Literary and Pictorial Evidence. In Eritage-eritage a Biannual Publication of The National Museum: Singapore.

Uni Konservasi Fauna

– Selamatkan Fauna Indonesia –

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *