Bertemu Ibu Menteri KLHK di Kampus atau Bertemu Nelayan di Tempat Pelelangan Ikan?

Dari kiri ke kanan: Kak Adam, Mirza, Saya, dan Kevin usai melakukan wawancara di Pelabuhan Cituis. Foto: Fransisca Noni/Burung Laut Indonesia.

Hari ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Media Indonesia, dan IPB University menyelenggarakan acara PESONA KAMPUS HIJAU bertajuk Talkshow “Keberhasilan Indonesia dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan”. Acara yang bertempat di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Kampus IPB Darmaga tersebut turut mengundang Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI yakni Ibu Prof. Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc sebagai keynote speaker. Sedangkan pembicara dalam talkshow diisi oleh dua narasumber, yaitu Rektor IPB University Bapak  Prof. Dr. Arif Satria, SP, MSi dan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Bapak Dr. Bambang Hendroyono, MM.

Normalnya, sebagai mahasiswa kehutanan seharusnya saya datang ke acara tersebut, seperti teman-teman satu angkatan saya di Fakultas Kehutanan IPB lainnya, bertemu dengan orang-orang di jajaran atas untuk urusan kehutanan dan lingkungan hidup. Entah untuk sekedar berfoto, mungkin juga menyampaikan keluh kesah dan aspirasi. Kadang kala, apapun dalam hidup bukankan selalu dihadapkan pada pilihan? hari ini, saya dan tiga kawan baik saya, Kevin, Mirza, dan Kak Adam memilih untuk bertemu dengan nelayan kembali di Pesisir Tangerang, tepatnya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cituis, Kabupaten Tangerang.

Saya pikir, “Kampus Hijau” menjadi barang yang murah sekali untuk dijual. Bagaimana mungkin saya bisa menerima branding kampus tersebut kepada jajaran pimpinan yang tidak mengelola dan menjaga hubungan harmonis manusia dengan satwa liar. Sebut saja contohnya pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang dianggap hama, kemudian dibuatlah perangkap untuk ditangkap.  Padahal jelas, habitatnya rusak akibat pembangunan tanpa kajian mengenai dampak lingkungan. Juga perburuan menggunakan senapan angin, jaring, dan lem masih mudah sekali ditemui di kampus dengan label ‘’Green Campus” ini. Faktanya, kampus dengan pesona hijau ini miliki ilmu dalam menangani kasus konflik manusia dengan satwa liar. Lagipula siapa yang peduli? retorika.

Terlalu jauh, tiba-tiba saya teringat kasus aktivis lingkungan Karimunjawa, Daniel Frits Tangkilisan.

Ini menjadi kali ketiga saya dan teman-teman menjadi relawan komunitas Burung Laut Indonesia – Seabirds Indonesia sebagai tim enumerator untuk melakukan wawancara pada nelayan. Kami berhasil mewawancarai 40 nelayan, banyak sekali hal menarik yang kami dapatkan. Selama proses wawancara, kami mengamati kelompok nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring dan pancing menyandarkan kapal di tempat yang berbeda, sesuai jenis alat tangkapnya. Kami juga menemukan kapal yang menggunakan alat tangkap lain seperti bubu.

Kevin sedang mewawancarai nelayan asal Brebes, Jawa Tengah. Foto: Mirza/Uni Konservasi Fauna.

Selain menanyakan pertanyaan yang sudah disiapkan, terkadang berbincang di luar data juga dilakukan. Nelayan-nelayan yang kami temukan sebagian besar ternyata perantau dari Brebes, Cilacap, dan Cirebon. Mereka mencari peruntungan di wilayah ini lantaran melaut di tempat asalnya memerlukan jarak tempuh yang jauh untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan. Sebagian kecil dari para nelayan perantau tersebut akhirnya menetap dan memutuskan untuk berpindah domisili.

Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPPNRI) para nelayan di Pelabuhan Cituis berada di Perairan Laut Jawa dengan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) di sekitar Kepulauan Seribu, seperti Pulau Tidung, Pulau Laki, Pulau Pramuka, Pulau Rambut, Pulau Bokor, dan Pulau Untung Jawa. Jenis hasil tangkapan umumnya beragam jenis ikan, seperti tongkol/komo, tenggiri, ikan kembung, ikan layur dan jenis ikan lainnya. Selain itu, jenis cumi dan udang-udangan juga menjadi target tangkapan nelayan.

Data yang ingin kami dapatkan dari para nelayan yaitu terkait tangkapan sampingan hasil melaut, khususnya kasus burung laut yang tidak sengaja tertangkap melalui jaring atau alat tangkap lainnya. Dari hasil wawancara yang kami dapatkan, sangat jarang burung laut yang tidak sengaja tertangkap jaring nelayan atau memangsa ikan dari kail pancing. Keberadaan burung sangat membantu nelayan dalam menemukan lokasi keberadaan ikan berkumpul.

Uni Konservasi Fauna-

Selamatkan Fauna Indonesia-

Tinggalkan Balasan