Catatan Perjalanan Pertemuan Pengamat Burung Indonesia ke-10 (PPBI X) Tabanan, Bali

Estafet ilmu pengetahuan diteruskan, dikembangkan, dan dinikmati lintas generasi. Foto: PPBI X

Sekilas Tentang PPBI dan Perjalanan Jalur Udara

Oleh: Novia Ramadhani dan Kevin Timothy 

Pertemuan Pengamat Burung Indonesia (PPBI), nama acara yang baru saya (baca: Novia) dengar ketika teman-teman Divisi Konservasi Burung (DKB) menyebutnya. Padahal, acara tersebut sudah diselenggarakan selama 9 kali ketika saya baru mengetahui. Menarik. Terlebih tahun ini adalah satu dekade pertemuan itu dilaksanakan dan pada tahun ini diselenggarakan di Bali. Rasa ingin mengikuti PPBI semakin membuncah ketika Akbar, salah satu aggota DKB, mengajak saya yang merupakan Divisi Konservasi Primata (DKP) untuk ikut serta. Rencana perjalanan pun kami rancang sedemikian rupa. Rencana paling baik dengan mempertimbangkan akademik dan segala efisiensi. Sesekali saya merasa ragu karena satu dan lain hal. Namun, entah perihal apa yang membuat saya berkali-kali yakin untuk tetap berangkat.

Mulanya, empat orang perwakilan UKF berencana mengikuti PPBI X, namun sayangnya salah seorang teman, Mirza, membatalkan keikutsertaan beberapa hari sebelum acara dimulai. Sehingga hanya tiga orang yang akhirnya berangkat, yaitu Akbar, Kevin, dan saya sendiri. Kami berangkat dari kediaman masing-masing. Tanggal 4 Mei, saya berangkat seorang diri dengan pesawat dari Jakarta. Setibanya di Bandara I Gusti Ngurah Rai, sekitar pukul 18.00 WITA, saya bertemu dengan Kevin yang kebetulan berangkat dari Malinau pada hari itu juga. Malam itu, tiba-tiba saya demam. Sedikit membuat perasaan menjadi sedih, padahal baru sampai di Bali. Saya pun mencari penginapan terdekat dari bandara, kemudian langsung istirahat dengan harapan besok pagi tubuh mungil sudah kembali fit.

Berawal dari kampung halaman di Malinau, Kalimantan Utara, saya (baca: Kevin) memulai perjalanan menuju Bali untuk menghadiri acara PPBI X pada tanggal 5 hingga 7 Mei 2023. Novia yang baru saja kembali dari kegiatan lapangnya di Sukabumi, berangkat dengan pesawat dari Jakarta. Sedangkan saya memulai perjalanan dari Malinau menuju Tarakan dengan speed boat, menginap dan menuju Bali dengan menggunakan pesawat di keesokan harinya. Bali begitu berbeda dengan tempat-tempat lain yang pernah saya kunjungi sebelumnya, suasananya berbeda dan terasa begitu lega. Mungkin benar kata orang-orang, Bali itu tempat liburan  dan healing. Sampai di Tabanan, kami dijemput oleh salah satu panitia acara, yakni Mas Ino dengan mobil menuju lokasi perhelatan yaitu Balai Desa Penatahan. 

Keesokan harinya, syukurlah, suhu tubuh Novia menurun. Kami berdua segera bergegas ke Terminal untuk mencari bus menuju Tabanan. Kami pun naik Trans Metro Dewata dengan ongkos hanya Rp4.400 saja. Sepanjang perjalanan, kami disuguhi dengan suasana lalu lintas Bali. Tidak banyak perbedaan, hanya saja bangunan-bangunan yang kami lihat sepanjang jalan memiliki arsitektur yang khas. Perjalanan itu membuat kami membuktikan satu fakta, bahwa orang Indonesia itu memang benar ramah adanya. Selama di bus, kami diajak mengobrol dengan hampir semua penumpang bus yang isinya sekitar 5-6 orang. Kami sebagai orang yang baru pertama kali ke Bali, merasa disambut dengan sangat ramah.


Merapal Mimpi Keliling Jawa hingga Akhirnya ke Bali

Oleh: Haris Akbar Hidayat

Saya mencoba mengingat kembali, bagaimana akhirnya seorang kawan sewaktu SMA di Cirebon, Hisaint Khamal, yang saat ini merupakan mahasiswa jurusan Teknik Mesin UGM, bukan seorang pengamat burung, bahkan bukan juga seseorang yang tertarik dengan satwa liar. Namun, akhirnya memutuskan untuk ikut ajakan saya menghadiri Pertemuan Pengamat Burung Indonesia (PPBI) ke-10 di Bali. Khamal, sapaan akrabnya merupakan satu dari segelintir sahabat dekat saya semasa SMA. Pertengahan Maret kalau tidak salah, panggilan video WhatsApp berdering, rupanya dari Khamal dan Arya. Memang benar, meskipun sudah lulus sekolah dan berjarak karena kami berkuliah di universitas yang berbeda, tak menjadi penghalang genk kami untuk tetap berhubungan baik. Kebetulan saja hanya bertiga, biasanya kami sampai membuat Zoom Meeting hanya untuk ngobrol ngalor-ngidul.

Celoteh saya mengatakan kepada mereka jika awal bulan Mei nanti akan pergi ke Bali. Spontan mereka bertanya ada “Kegiatan apa? Berapa lama di sana? Naik apa? Perlu berapa duit? Sama siapa?”, rupanya spirit mimpi kami dulu untuk melakukan perjalanan (baca: touring) berkeliling Pulau Jawa masih ada. Setelah menjelaskan sekilas tentang kegiatan di sana, sepertinya Khamal tertarik untuk ikut.  Benar saja, di awal April dia menguhubungi saya untuk meminta info registrasi peserta. Sayapun memberitahu jika ada dua orang dari UKF juga ikut, Kevin dari Divisi Konservasi Burung (DKB), dan Novia dari Divisi Konservasi Primata (DKP). Kamipun sepakat untuk berangkat. 

Rancangan perjalanan kami buat sedemikan rupa, mengingat waktu pelaksanaan PPBI diselenggarakan pada akhir libur lebaran, 5-7 Mei 2023, artinya kami harus membuat perizinan perkuliahan dan juga risiko yang mungkin terjadi setelahnya. Beruntung, Khamal tak perlu pusing memikirkan perizinan perkuliahan karena ia sedang menjalankan magang di salah satu start up di Surabaya. Kemajuan teknologi memudahkan kami untuk dapat berkomunikasi, obrolan rencana perjalananpun disepakati, kami berangkat dari rumah masing-masing. Saya dan Khamal berencana berangkat menggunakan kereta dari Cirebon menuju Yogyakarta untuk transit, lalu ke Surabaya, dan berlanjut menuju Bali. Sementara Kevin berangkat menggunakan Pesawat dari Malinau, Kalimantan Utara dan Novia berangkat dari Jakarta menggunakan pesawat.

Perjalanan dari Cirebon menuju Yogyakarta menggunakan Honda WIN 100. Foto: Akbar/UKF

Kesepakatan bukanlah sebuah keniscayaan. Rencana perjalanan yang semula direncanakan menggunakan kereta, kemudian diubah. Alasannya sepele, karena Khamal harus ke Yogyakarta untuk mengecek kawat gigi yang terpasang di mulutnya. Ide yang menarik untuk transit di Yogyakarta beberapa hari sembari menyambangi kawan sesama pengamat burung di sana. Saya dan Khamal memutuskan berangkat menggunakan sepeda motor. Kami pikir ini adalah momentum yang tepat sekali untuk mewujudkan mimpi kami semasa sekolah dulu untuk motoran berkililing jawa. Dini hari, 29 April 2023, kira-kira pukul 02.30 WIB kami berangkat dari Cirebon menggunakan motor yang baru dibeli Khamal belum ganjil berumur satu minggu, Honda WIN 100, menuju Yogyakarta.

Rabu, 2 Mei 2023. Setelah menghabiskan beberapa hari di Yogyakarta, perjalanan ke Bali dilanjutkan menuju Surabaya terlebih dahulu sebab Khamal harus masuk kantor. Esoknya, saya meminta izin khamal meminjam motornya untuk mampir ke Malang dengan satu tujuan, yaitu ingin tahu Retrorika Coffee Bar and Resto, Basecamp Burungnesia di Batu, Malang. Saya berangkat dari Surabaya menuju Malang pada pagi hari, perjalanan kurang lebih ditempuh selama 3 jam. Meski sudah berkabar dengan salah satu tim Burungnesia, Kak Ficang, jika saya ingin mampir ke sana, ternyata saya kurang beruntung. Akhirnya saya menghabiskan waktu dengan membeli kopi dan makan udang tepung di basecamp berkedok coffe bar and resto tersebut. Setelah berfikir setelah ini ingin pergi kemana, saya mencoba untuk mengontak salah seorang sahabat sewaktu sekolah yang saat ini berkuliah di Malang, saya pun menginap semalam di tempatnya.

Kamis, 3 Mei 2023. Kira-kira pukul 15.00 WIB saya bertolak dari Malang kembali ke Surabaya. Perjalanan pada sore hari di daerah yang tidak pernah saya singgahi, sendirian, memang begitu menyenangkan. Ketika tiba di Surabaya, hari sudah gelap. Kemudian saya mengajak Khamal untuk bertemu seorang teman, mungkin, atau lebih tepat ada sebutan yang lain? Mengingat beliau sudah matang umur dan memiliki 3 orang anak, Mas Pandu, saya memanggil namanya. Kami berkenalan dari media sosial Facebook 6 tahun lalu, di grup diskusi mengenai konservasi burung pemangsa, waktu itu saya masih kelas 9 SMP. Sekian lama hanya berkomunikasi melalui media sosial, tiba waktunya kami bertemu. Setelah berbincang-bincang cukup lama di warung kopi, saya dan khamal pamit pulang kembali ke kost Khamal. Sebab, esoknya kami harus melanjutkan perjalanan menuju Bali.

Kami berangkat dari Surabaya sehabis Isya, mengingat kondisi oli mesin yang bocor, perjalanan menggunakan Honda WIN 100 terpaksa diganti dengan motor Honda Beat milik Khamal yang sempat saya pinjam pergi ke Malang. Lalu kami tiba di Pelabuhan ketapang pada pukul 03.30 WIB dini hari. Bergegas, kami memutuskan untuk membeli tiket kapal dengan jadwal pukul 05.00 WIB, berharap dapat melihat  sunrise ahahaha. Nampaknya perjalanan semalam suntuk membuat Khamal kelelahan, sehingga ketimbang melihat momen matahari muncul, ia memilih untuk merebahkan badannya di deck kapal. Saya tak bisa tidur, sebab harus tetap menjaga barang bawaan. Tetapi saya pikir ini menjadi kesempatan melihat matahari muncul begitu indahnya dari kapal. Tak lupa mengambil beberapa gambar dan menyeleksinya untuk dibagikan di story Instagram. Tepat satu jam kami berada di kapal, tiba saatnya kapal bersender di Pelabuhan Gilimanuk. Akhirnya, Bali.

Khamal beristirahat pascaperjalanan Surabaya – Gilimanuk semalam suntuk. Foto: Akbar/UKF

Saat ini giliran saya yang mulai merasakan rasa kantuk. Lalu saya mencoba untuk mengalihkan rasa kantuk dengan mampir ke Balai Taman Nasional Bali Barat, tentu saja untuk melihat burung jalak bali (Leucopsar rothschildi). Katanya, di pinggir-pinggir jalan dekat balai cukup mudah untuk menjumpai burung tersebut. Kami memarkirkan motor di trotoar jalan, Khamal melanjutkan sesi merebahkan badannya, sementara saya heboh kesana-kemari untuk memotret burung yang statusnya sempat terancam punah. Setalah kurang lebih 1 jam, kami memutuskan melanjutkan perjalanan menuju lokasi di Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Kami tiba di lokasi tepat sebelum ibadah shalat jumat dimulai. Kemudian kami diarahkan untuk meletakkan barang-barang dan di arahkan ke masjid terdekat.


Orang-orang Baru dan Temuan Jenis Baru

Oleh: Novia Ramadhani

Pembukaan acara  PPBI X oleh Kadis Pertanian Kabupaten Tabanan yang mewakili Bupati Tabanan di gedung serbaguna aula desa penatahan. Foto: PPBI X

Sembari menunggu pembukaan acara dan sambutan pada sore hari, kami mencoba berkenalan dengan para peserta lain yang hadir dari berbagai daerah di Indonesia. Beberapa dari mereka sudah Akbar dan Kevin kenal dari media sosial dan kegiatan Birdrace tahun 2022 di Petungkriyono, Pekalongan. Malamnya, kami semua mengikuti agenda ramah tamah. Sebanyak 110 orang yang terdiri dari pengamat burung, peneliti, praktisi, dokter hewan, BKSDA (Balai Konservasi Sumberdaya Alam), NGO (Non-Governmental Organization), dan fotografer untuk tujuan konservasi burung liar datang dari berbagai daerah di Indonesia, berkumpul di Desa Penatahan untuk bersilaturahmi dan berbagi pengalaman tentang kehidupan burung di daerahnya masing-masing.

Sesi ramah tamah dan perkenalan sembari makan malam. Foto: PPBI X

Peserta dari berbagai instansi dan daerah memperkenalkan dirinya masing-masing. Kisah singkat yang diceritakan sangat unik sekali. Ada yang sudah puluhan tahun terjun di dunia konservasi burung, ada juga yang belum genap satu tahun, contohnya saya. Bahkan, ada yang menghadiri PPBI X hanya karena ingin jalan-jalan ke Bali. Saya bersyukur sekali dapat dipertemukan dengan orang-orang yang memperjuangkan konservasi burung, dari segala penjuru Indonesia. Kegiatan malam itu berakhir, waktunya istirahat dengan dengan hati yang penuh karena dapat berkenalan dengan beberapa teman baru. 

Tim pengamat burung jalur Batukaru hari pertama. Foto: PPBI X
Bersantai sejenak sembari menunggu burung yang hinggap untuk di potret. Foto: PPBI X

Pagi pun tiba, kami bersiap untuk pengamatan burung sekitar pukul 06.30 WITA. Saya mendapatkan jalur ke Bale Subak, terpisah dengan Kevin dan Akbar. Jalur ini didominasi oleh persawahan dan terdapat juga sungai yang cukup besar. Udaranya sangat sejuk, ditambah pemandangan Gunung Batukaru yang berdiri kokoh di ujung pandang persawahan itu, menggandakan berkali-kali lipat rasa senang saya berada di Bali. Setelah berjalan beberapa ratus meter, kami menemukan spot elang tikus (Elanus caeruleus). Senjata para pemburu foto burung pun berbaris mencari posisi yang tepat untuk memotret predator tikus itu. Adapun beberapa jenis burung lainnya antara lain bondol oto hitam (Lonchura ferruginosa), kuntul kecil (Egretta garzetta), kuntul kerbau (Bubulcus ibis) dan masih banyak lagi. Setelah puas mengamati di sawah, kami diarahkan untuk menuju sungai. Medannya cukup licin namun terbayarkan oleh air terjun yang segar dan riuhnya menenangkan. Di sungai itu, kami menemukan meninting besar (Enicurus leschenaulti) dan kadalan birah (Phaenicophaeus curvirostris). 

Sekitar pukul 10.30 WITA kami kembali ke Kantor Desa. Acara dilanjutkan dengan makan siang kemudian menanti kegiatan pengamatan sore. Pukul 14.30 WITA, kami melakukan pengamatan sore. Kali ini jalurnya bergantian, saya pergi ke jalur Pura Batukaru dan kami harus berkendara untuk mencapai ke sana, karena cukup jauh dari Kantor Balai Desa. Kami pun birding menyusuri trotoar yang cukup licin karena tertutup lumut. Meski jalannya besar tetapi hampir tidak ada kendaraan yang berlalulalang. Keheningan itu dipecahkan oleh burung-burung yang semakin sore semakin aktif bernyanyi. Pura Batukaru terletak di ujung jalan, sesampainya di sana, kami menemukan cukup banyak individu jalak putih (Acridotheres melanopterus) yang berjalan dan terbang disekitaran halaman Pura. Ternyata, terdapat nest box yang sengaja diletakan di pohon-pohon yang ada di sekitar parkiran. Sore itu kami kembali ke Kantor Balai Desa.

Pemaparan dari YIARI (Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia) mengenai perdagangan satwa liar. Foto: PPBI X

Malam kedua di Tabanan, diisi dengan kegiatan talkshow dan diskusi, yang bisa dibilang “ruh” nya acara

Pertemuan Pengamat Burung Indonesia. Topik-topik yang dibincangkan meliputi perdagangan burung, Gerakan Ficus Nasional, hingga pertobatan dari eks. pemburu yang sekarang berkecimpung dalam dunia fotografi burung. Sangat menarik. Talkshow dilanjutkan dengan diskusi mengenai upaya yang dapat dilakukan untuk konservasi burung. Ide-ide keren muncul dari beberapa kepala, namun malam itu belum ada keputusan yang disepakati bersama mengingat waktu yang hampir larut malam. Esoknya, peserta dibebaskan untuk berkegiatan. Saya diajak Akbar untuk pengamatan burung ke Pura Batukaru bersama Mas Arnov dan Kevin. Sontak saya terima ajakan tersebut karena berfikir tidak ingin menyia-nyiakan waktu selagi masih di Bali. Beberapa peserta lainnya juga berburu foto beluk watu jawa (Glaucidium castanopterum). 

Sayangnya, pagi itu kami tidak menemukannya. Pengamatan yang cukup menyenangkan, walau saya sendiri malah memilih menikmati jalanan yang sepi itu, mengingat hari terakhir di Tabanan. Setibanya di Kantor Balai Desa, kami mengikuti penutupan acara PPBI X. Beberapa keputusan hasil dari diskusi bersama telah ditetapkan pada pagi itu, Minggu, 7 Mei 2023. Acara tersebut ditutup dengan rasa bangga, karena telah mengambil bagian dari sekian banyak kegiatan pelestarian burung Indonesia. Sampai bertemu di PPBI XI!

Foto bersama dengan pengamat burung dari berbagai daerah di Indonesia. Foto: PPBI X

Uni Konservasi Fauna

Selamatkan Fauna Indonesia

Tinggalkan Balasan