Libur Lebaran: Cerita tentang Mudik, Rendang Masakan Nenek, dan Mengamati Burung Liar
Mudik bersama Skomat si Kuda Besi
Libur lebaran merupakan momentum bagi siapa aja yang merindukan berkumpul bersama sanak saudara, terlebih dua tahun ke belakang terdapat larangan melakukan aktivitas pulang ke kampung halaman akibat pandemi Covid-19. Semenjak berkuliah di Bogor, tentu saya termasuk orang yang merasakan momentum tersebut. Kegiatan akademik perkuliahan mulai diliburkan satu minggu sebelum Hari Raya Idulfitri pada hari Senin, 25 April 2022.
Sesi perkuliahan yang masih menganut sistem menatap layar memungkinkan saya untuk pulang ke rumah tujuh hari lebih cepat dari hari libur yang sudah ditetapkan. Saya putuskan untuk pulang dari Bogor ke Cirebon mengenakan kuda besi tangguh yang saya namai Skomat, kependekan dari Scoopy Matic, sebuah sepeda motor tipe stylish besutan Honda tahun 2015.
Melawati Bandung. Saya memilih rute perjalanan Bogor, Cianjur, lalu berakhir di Bandung karena ingin bertemu dengan seorang kawan sewaktu SMA, Fattah. Saya menumpang bermalam di kamar kost miliknya di kawasan Setia Budi, Bandung. Kemudian pada esok sorenya perjalanan berlanjut melewati Sumedang, Majalengka, kemudian tibalah di Kota Udang, Cirebon.
Rendang Masakan Nenek yang Alot
Opsi lain olahan daging selain opor ayam pada perayaan Idul Fitri adalah rendang. Momen lebaran tahun ini rupanya nenek saya paham betul cucunya yang satu ini rindu menyantap rendang buatannya. Bahkan, beliau sengaja membeli bagian daging yang saya suka.
Bukan karena enak. Harus diakui dengan jujur, rendang yang nenek buat tidaklah seenak rendang yang biasanya saya beli di rumah makan padang. Belakangan saya baru menyadari. Waktu dan jarak memungkinkan segala sesuatu berubah dari biasa menjadi spesial. Hal biasa yang kita dapati dengan mudah, misalnya rendang masakan nenek, akan menjadi sesuatu yang istimewa. Benar adanya, usai Sholat Ied saya menghabiskan 4 porsi rendang. Entah karena rasanya yang spesial atau balas dendam usai berpuasa.
Jika ingin membandingkan sekali lagi, tekstur daging rendang yang nenek buat cenderung keras (baca: alot), olahan bumbunya bahkan tak menendang seperti olahan rendang rumah masakan pada umumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena nenek tak memiliki darah minang sedikitpun. Mungkin, cara lain menikmati suatu hidangan adalah melalui perasaan.
Mengamati Burung di Setu Patok
Bagi kalangan pengamat burung, nama Setu Patok tidaklah sepopuler lokasi pengamatan burung lainnya di Jawa Barat. Setu Patok lebih umum dikenal sebagai kawasan wisata berbasis alam buatan yang dibangun dengan tujuan sebagai penampung air. Lokasinya berjarak 14 kilometer dari pusat Kota Cirebon, lokasinya terletak di Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Minimnya informasi mengenai catatan jenis burung di Setu Patok membuat saya tertarik untuk mengamati jenis-jenis burung apa saja yang ada di lokasi ini, khususnya burung air. Selama tiga hari, saya mengajak beberapa teman untuk menemani saya dalam pencatatan jenis burung di lokasi tersebut.
Setidaknya teramati 19 jenis burung yang tercatat melalui perjumpaan langsung dan perjumpaan tidak langsung melalui suara. Salah satu temuan menarik dan menambah daftar jenis temuan baru saya dalam perjumpaan langsung burung pemangsa di alam adalah jenis burung elang tiram (Pandion haliaetus).
No | Nama Ilmiah | Nama Lokal |
1 | Ixobrychus sinensis* | Bambangan kuning |
2 | Ixobrychus flavicollis* | Bambangan merah |
3 | Ardeola speciosa* | Blekok sawah |
4 | Lonchura maja | Bondol haji |
5 | Lonchura leucogastroides | Bondol jawa |
6 | Lonchura punctulata | Bondol peking |
7 | Centropus bengalensis | Bubut alang-alang |
8 | Caprimulgus macrurus | Cabak maling |
9 | Halcyon cyanoventris | Cekakak jawa |
10 | Todiramphus chloris | Cekakak sungai |
11 | Cisticola juncidis | Cici padi |
12 | Pycnonotus aurigaster | Cucak kutilang |
13 | Pandion haliaetus | Elang tiram |
14 | Turnix suscitator | Gemak loreng |
15 | Artamus leucoryn | Kekep babi |
16 | Nycticorax nycticorax* | Kowak malam abu |
17 | Hirundo tahitica | Layang-layang batu |
18 | Cecropis daurica | Layang-layang loreng |
19 | Pycnonotus goiavier | Merbah cerukcuk |
20 | Alcedo meninting | Raja udang meninting |
21 | Spilopelia chinensis | Tekukur biasa |
22 | Collocalia linchi | Walet linci |
23 | Cacomantis merulinus | Wiwik kelabu |
Mengamati Burung di Jalur Pendakian Linggasana TN. Gunung Ciremai
Rencana mengamati burung pada hari libur lebaran di wilayah Cirebon dan sekitarnya sudah menjadi wacana saya, Mas Yasin, dan Mas Fahrul semenjak awal bulan ramadan. Sampailah akhirnya dipilih Jalur Pendakian Linggasana, Taman Nasional Gunung Ciremai sebagai lokasi mengamati burung. Selain temuan jenis burung baru atau lokasi pengamatan baru, hal menarik ketika mengamati burung adalah bertemu orang-orang baru.
Rabu, 4 Mei 2022, saya bertemu empat wajah baru. Mas Heris dan Mas Luthfi, mereka berdua merupakan kawan Mas Fahrul dari mahasiswa pencinta alam Mahakupala Universitas Kuningan. Sementara Kak Ria dan Mas Hadi merupakan teman Mas Yasin yang diajak untuk bergabung mengamati burung bersama.
Kami memilih basecamp pendakian sebagai titik kumpul, lalu memulai perjalanan sekitar pukul 08.00 WIB, kemudian berhenti di Pos 3 sebagai tujuan akhir. Pos 1 bernama Pangbadakan dengan ketinggian 923 mdpl, berikutnya Pos 2 bernama Cirahong dengan ketinggian 1.059 mdpl, dan sampailah di Pos 3 bernama Cikacu dengan ketinggian 1.150 mdpl.
Kami tiba di Pos 3 sekitar pukul 10.00 WIB, proses pencatatan jenis burung tetap berlanjut sembari makan dan memasak air panas untuk membuat kopi. Pukul 13.00 WIB kami putuskan untuk turun sembari tetap melakukan pengamatan. Hasil akhir pencatatan diperoleh 39 jenis burung yang ditemukan hingga kami kembali di basecamp pendakian.
No | Nama Ilmiah | Nama Lokal |
1 | Gallus gallus | Ayam hutan merah |
2 | Lonchura leucogastroides | Bondol jawa |
3 | Ixos virescens | Brinji gunung jawa |
4 | Centropus bengalensis | Bubut alang-alang |
5 | Aethopyga mystacalis | Burung madu jawa |
6 | Cinnyris jugularis | Burung madu sriganti |
7 | Dicaeum trigonostigma | Cabai bunga api |
8 | Dicaeum trochileum | Cabai jawa |
9 | Dendrocopos analis | Caladi ulam |
10 | Orthotomus sepium | Cinenen jawa |
11 | Orthotomus sutorius | Cinenen pisang |
12 | Aegithina tiphia | Cipoh kacat |
13 | Aegithina viridissima | Ciu kunyit |
14 | Rubigula dispar | Cucak kuning |
15 | Pycnonotus aurigaster | Cucak kutilang |
16 | Chalcophaps indica | Delimukan zamrud |
17 | Ictinaetus malaiensis | Elang hitam |
18 | Surniculus lugubris | Kedasi hitam |
19 | Artamus leucoryn | Kekep babi |
20 | Cecropis daurica | Layang-layang loreng |
21 | Pycnonotus simplex | Merbah corok-corok |
22 | Hydrornis guajana | Paok pancawarna |
23 | Malacocincla sepiaria | Pelanduk semak |
24 | Pellorneum capistratum | Pelanduk topi hitam |
25 | Arachnothera longirostra | Pijantung kecil |
26 | Pericrocotus flammeus | Sepah hutan |
27 | Loriculus pussilus | Serindit jawa |
28 | Ficedula hyperythra | Sikatan bodoh |
29 | Psilopogon australis | Takur tenggeret |
30 | Psilopogon armillaris | Takur tohtor |
31 | Psilopogon javensis | Takur tulung tumpuk |
32 | Psilopogon haemacephalus | Takur ungkut-ungkut |
33 | Spilopelia chinensis | Tekukur biasa |
34 | Strachyris thoracica | Tepus leher putih |
35 | Cyanoderma melanothorax | Tepus pipi pirak |
36 | Macropygia ruficeps | Uncal kouran |
37 | Collocalia linchi | Walet linci |
38 | Alcippe pyrrhoptera | Wergan jawa |
39 | Cacomantis varioulosus sepulcralis | Wiwik rimba (ras uncuing) |
Uni Konservasi Fauna
– Selamatkan Fauna Indonesia –