Mengamati Burung di Kampung Adat Miduana

Kondisi bentang alam di Kampung Adat Miduana. Foto: Akbar/UKF

Kampung Adat Miduana secara administratif merupakan bagian dari Kabupaten Cianjur, namun letak geografis wilayahnya cenderung lebih dekat dengan Kabupaten Bandung. Perkembangan industri destinasi wisata berbasis alam menjadi penggerak Pemkab Cianjur untuk memanfaatkan kondisi bentang alam dan warisan leluhur tanah sunda ini menjadi destinasi wisata unggulan. Sementara itu, potensi kekayaan flora fauna yang masih abu-abu menjadi daya tarik Bidang Riset dan Kajian Strategis UKF IPB memilih Kampung Adat Miduana sebagai lokasi dilaksanakannya kegiatan Eksplorasi Kolaboratif 2022.

Eksplorasi Kolaboratif merupakan program kolaborasi antarmahasiswa dalam pendataan keanekaragaman hayati berbasis citizen science (sains warga). Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 02-05 Juni 2022. Berkat teknologi, proses pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan platform digital, iNaturalist, sebuah laman website dan juga aplikasi penyedia layanan citizen science yang paling populer. Penggunaan platform iNaturalist ditujukan untuk mengambil, mengumpulkan, dan mengklasifikasikan data menggunakan foto dan rekaman suara.

Sekilas, kondisi bentang alam di Kampung Adat Miduana nampak seperti surga bagi pengamat burung seperti saya. Kontur perbukitan, areal persawahan yang membentang, dan kanal sungai yang bersih menjadi isyarat awal untuk menilai habitat yang sehat bagi buru-burung liar. Namun, kenyataan menjawab hal lain.

Habib (sebelah kiri), salah seorang peserta Eksplorasi Kolaboratif dari ITB yang sedang mengamati burung yang melintas ditemani oleh Pak Awan. Foto: Sekar/UKF

Hari pertama pengamatan hanya tercatat 7 jenis burung. Kekecewaan muncul tidak hanya karena temuan jenis burung yang sangat sedikit, namun juga karena sedikitnya temuan jumlah individu dari jenis yang telah ditemukan. Bahkan untuk jenis burung-burung yang umum dijumpai, seperti cucak kutilang, merbah cerukcuk, tekukur biasa, dan bondol-bondolan terbilang sulit dalam perjumpaannya.

Beragam hipotesis akhirnya mencuat dalam pikiran, bertanya-tanya mengapa wilayah yang nampaknya mendukung bagi kelangsungan keanekaragaman jenis burung, justru sunyi akan riuh kicau burung. Alasan mendasar yang mungkin menjadi penyebab sedikitnya temuan jenis burung adalah karena vegetasi pada dua jalur pengamatan yang kita pilih tidak menyediakan pakan yang melimpah, lamanya hari yang dilakukan untuk mengamati burung terlalu singkat, dan indikasi perburuan burung oleh masyarakat setempat maupun dari luar kawasan. Hal tersebut didukung dengan pertemuan beberapa orang yang sedang berburu menggunakan senapan angin.

Pengambilan data berupa dokumentasi foto burung pun menjadi sulit didapatkan, sehingga dari total temuan jenis yang berjumlah 22 jenis burung termasuk 2 jenis yang hanya teridentifikasi hingga genus, hanya 6 jenis yang berhasil didapatkan untuk diunggah di iNaturalist. Tambahan temuan beberapa jenis justru dijumpai di lokasi camp diluar jam pengamatan.

No Nama Ilmiah Nama Lokal
1 Accipiter sp. Elang alap
2 Cacomantis merulinus Wiwik kelabu
3 Cacomantis sonnerati Wiwik lurik
4 Caladi sp. Caladi
5 Cecropis striolata Layang-layang loreng
6 Cinnyris jugularis Burung madu sriganti
7 Collocalia linchi Walet linci
8 Cyanoderma melanothorax Tepus pipi perak
9 Dicaeum trigonostigma Cabai bunga api
10 Dicaeum trochileum Cabai jawa
11 Enicurus leschenaulti Meninting besar
12 Halcyon cyanoventris Cekakak jawa
13 Hirundo tahitica Layang-layang batu
14 Ictinaetus malaiensis Elang hitam
15 Lonchura leucogastroides Bondol jawa
16 Malacocincla sepiaria Pelanduk semak
17 Orthotomus sepium Cinenen jawa
18 Passer montanus Burung gereja erasia
19 Prinia polychroa Perenjak cokelat
20 Pycnonotus aurigaster Cucak kutilang
21 Streptopelia chinensis Tekukur biasa
22 Todiramphus chloris Cekakak sungai

Uni Konservasi Fauna

– Selamatkan Fauna Indonesia –

Tinggalkan Balasan