Menyelisik Pengamat Burung Yogyakarta yang Militan

Merpati batu (Columbia livia) yang sedang ikut mencari makan bersama kawanan burung air
Merpati batu (Columbia livia) yang sedang ikut mencari makan bersama kawanan burung air. Foto: Naufal Seta/PPBJ

Pengamatan Burung Air di Pantai Trisik

Yogyakarta lekat sekali dengan nuansa pelajar, sejarah, agama, dan kuliner yang menjadikan kota ini istimewa. Penyematan label kota pelajar tak bisa lepas dari sejarah dan juga banyaknya sekolah ataupun lembaga pendidikan, tempat di mana ilmu pengetahuan ditimang seperti bayi dan dinaungi seperti anak-anak dengan sepenuh hati. Membesarkan pemimpin, seniman, peneliti, dan orang-orang penting yang mahsyur di negeri ini dan dunia.

Pertengahan Oktober 2021 setelah Seminar Hasil Ekpedisi Global, aku bersama Kak Shofar UKF 17, Angel UKF 18, dan Avila UKF 18 berangkat dari Bogor menuju Yogyakarta dengan tujuan berlibur. Kami berangkat dari dari Kampus IPB Dramaga menuju Stasiun Bogor menggunakan jasa taksi online Grab Car. Setelah itu kami menaiki Kereta Rel Listrik (KRL) menuju Stasiun Pasar Senen, lalu melanjutkan menggunakan Kereta Api Indonesia (KAI).

Kami tiba di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta setelah kurang lebih menempuh perjalanan selama 9 jam. Di Yogyakarta kami memilih bermalam tanpa biaya di Kawasan Studi Konservasi Burung Hantu yang berlokasi di Dusun Cancangan, Sleman. Beberapa hari di Yogyakarta, Kak Lala UKF 17 mengabari jika ia berada di Yogyakarta, kami pun bertemu.

Dua hari terakhir di Yogyakarta, aku bersama Kak Lala bertemu dengan seorang teman bernama Mas Rio. Mas Rio merupakan koordinator periode 2020/2021 Kelompok  Pengamat, Peneliti, dan Pengamat Burung (KP3 Burung) Universitas Gadjah Mada yang saat ini sedang menjadi mahasiswa tingkat akhir Fakultas Kehutanan. Kami bertemu dengan niat akan melakukan pengamatan di Pantai Trisik, Muara Sungai Progo, namun turunnya hujan memperingatkan kami untuk menunda pengamatan pada hari berikutnya.

Malamnya kami mengunjungi Kedai Animalika di Jalan Kaliurang km 9 milik seorang fotografer alam liar, Om Ignas Seta, kami berkesempatan bertemu dengan beliau dan berbincang banyak hal mengenai pengalamannya selama di lapangan memotret satwa. Kami menyampaikan jika ingin melakukan pengamatan pada esok hari di Pantai Trisik. Beliau pun memberikan saran, pengamatan sebaiknya dilakukan sejak pagi hari, jika pengamatan dimulai siang atau sore hari kemungkinan akan berhadapan dengan hujan, karena intensitas hujan di Yogyakarta pada bulan Oktober sangat tinggi.

Hari berganti, karena teman-teman yang lain masih memiliki kegiatan kuliah daring, dengan terpaksa Angel, Avila, dan Kak Shofar tidak bisa mengikuti pengamatan di Pantai Trisik. Aku dan Kak Lala ditemani dengan Mas Rio berangkat pada pagi hari dari Cancangan menuju Selatan Yogyakarta.

Kak Eve sedang menghitung jumlah burung dara laut jambul (Thalasseus bergii). Foto: Naufal Seta/PPBJ

Setiba di lokasi pengamatan, aku merasa begitu senang, karena sebelumnya hanya dapat melihat lokasi pengamatan ini melalui media sosial. Kedatangan kami disambut hangat oleh teman-tempat Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ), Mas Seto, Mas Alfian, dan Kak Eve. Pengamatan burung air di Pantai Trisik menjadi pengalaman yang mengesankan bagiku, tidak hanya menambah daftar jenis temuan burung selama hidup, melainkan karena  jarak yang begitu dekat antara kami dengan kumpulan burung-burung air.

Usai mengamati burung air di Pantai Trisik, Muara Sungai Progo. Foto: Naufal Seta/PPBJ

Tabel 1 Daftar jenis burung di Pantai Trisik, Muara Sungai Progo

No Nama jenis Nama ilmiah Jumlah
1 Cerek kernyut Pluvialis fulva 475
2 Dara-laut jambul Thalasseus bergii 65
3 Kedidi besar Calidris tenuirostris 18
4 Blekok sawah Ardeola speciosa 2
5 Cangak abu Ardea cinerea 1
6 Biru-laut ekor hitam Limosa limosa 18
7 Trinil kaki-hijau Tringa nebularia 2
8 Cerek jawa Charadrius javanicus 10
9 Cerek-pasir mongolia Charadrius mongolus 12
10 Trinil pantai Actitis hypoleucos 1
11 Trinil kaki-merah Tringa totanus 2
12 Kedidi putih Calidris alba 8
13 Layang-layang batu Hirundo tahitica 1
14 Cerek besar Pluvialis squatarola 1
15 Dara-laut kecil Sternula albifrons 25
16 Gajahan pengala Numenius phaeopus 1
17 Cici padi Cisticola juncidis 5
18 Bondol jawa Lonchura leucogastroides 29
19 Merpati batu Columbia livia 6
20 Kedidi leher-merah Calidris ruficollis 4
21 Trinil Semak Tringa glareola 2

Sejarah Kelompok Pengamat Burung se-Yogyakarta

Logo Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ)

Informasi mengenai catatan sejarah pengamat burung se-Yogyakarta aku dapat ketika mengobrol langsung dengan Ketua PPBJ, Mas Naufal Seta (baca: Mas Seto), selama kegiatan pengamatan burung di Pantai Trisik. Kemudian untuk memperkaya informasi, catatan sejarah ini juga ditambahkan dari buku harian pribadi seorang pengamat burung yang dikemas kembali di website PPBJ. Karena itu dijelaskan jika informasi ini berdasarkan pandangan subjektif.

Nama Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ) untuk pertama kalinya disuarakan ketika menulis nama organisasi pada sebuah proposal dalam rangka mempersiapkan kegiatan  Jogja Bird Rescue 2 atas inisiasi Yayasan Kutilang Indonesia (YKI) pada tahun 2005. Kesepakatan untuk menyatukan pengamat burung di Yogyakarta bertujuan untuk mempermudah menuliskan nama-nama klub atau kelompok studi pengamat burung yang pada saat itu umumnya masih berstatus mahasiswa . Beberapa diantaranya Bionic UNY, KSSL FKH UGM, KSB Atmajaya, BinoBio, dll.

Setahun berselang, nama PPBJ tidak lagi disuarakan dalam kegiatan Jogja Bird Rescue 3. Kemudian di tahun yang sama, pada Oktober 2006 dibuatlah agenda buka puasa bersama. Ajang silaturahmi tersebut mendapat luaran menyegarkan yang mengangkat kembali nama PPBJ. Sebuah kesepakatan untuk memayungi organisasi-organisasi pengamat burung se-Yogyakarta, kesepakatan tersebut menghasilkan 5 orang koordinator terpilih, diantaranya Jarot (Bionic UNY), Kasput (Matala UTB), Riko (KSB Atmajaya), Rais (KSSL FKH UGM), dan Tulus (KP3 Burung UGM).

Formasi awal sudah dibentuk, kegiatan berikutnya adalah melakukan edukasi mengenai burung migran layang-layang asia (Hirundo rustica) di Perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta. November 2006, Biolalaska UIN resmi merapat ke dalam barisan formasi PPBJ. Untuk selanjutnya kegiatan ini dinamakan Jogja Bird Walk (JBW). Berbagai macam kegiatan selanjutnya yang sempat dilakukan, seperti “Angkringan 100 Tahun Elang Jawa”.

Juni 2008, Kutilang Indonesia Birdwatching Club (KIBC) dibentuk, sebuah kelompok pengamat burung yang dinaungi Yayasan Kutilang Indonesia.  KIBC  menjadi wadah baru bagi para pengamat burung  Jogja yang sudah tidak lagi berstatus mahasiswa, guna menyalurkan hobi mengamati burung di alam. Nama PPBJ hanyut pada periode tahun 2008-2009 karena hampir tidak ada kegiatan yang diinisiasi oleh wadah para pengamat burung ini. Hal ini terjadi karena banyak kegiatan yang diusung oleh KIBC.

PPBJ hanyut karena sebuah konsekuensi organisasi yang hanya bersifat guyub, tidak terikat, dan tanpa adanya struktur orginasasi. Berikutnya di tahun 2009, KIBC harus mengalami kehilangan sosok kepimpinan dikarenakan ketuanya pada saat itu, Mas Wa, harus berpindah ke Kalimantan. Mimpi-mimpi lama yang terkubur satu persatu naik kepermukaan, nama PPBJ kembali disebut sebagai wadah bagi para pengamat burung Jogja. Pada pergantian tahun 2009-2010 PPBJ mengadakan kegiatan New Year Bird Count di TN Gunung Merapi. Untuk seterusnya hingga tahun 2021, Jogja Bird Walk menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh PPBJ.

Hingga saat ini, PPBJ aktif membagikan kegiatan-kegiatannya dalam upaya konservasi burung melalui media sosial. Seperti Kuliah Umum Burung, Jogja Bird Banding, Pengamatan Burung Laut, Merapi Birdwatching Competition, World Migratory Bird Day, dan beragam informasi mengenai konservasi burung.

Referensi
[PPBJ] Paguyuban Pengamat Burung Jogja. 2014. Seputar sejarah [diakses 27 Nov 22].             http://ppbj.blogspot.com/2014/04/seputar-sejarah.html

Uni Konservasi Fauna

– Selamatkan Fauna Indonesia –

Tinggalkan Balasan