Nasib Ular di Kampus IPB University: Jangan Usik Kehidupan Kami!

Pemandangan hijau Kampus IPB University (arah Cikabayan)

IPB University menyandang gelar sebagai kampus dengan tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi, atau disebut Kampus Biodiversitas. Flora yang beragam maupun fauna yang masih terbilang mudah dijumpai di kawasan kampus menjadikan IPB University seolah-olah memiliki hutan alam yang sangat kaya. Namun, perlahan eksistensi IPB University sebagai Kampus Biodiversitas mulai pudar akibat program pembukaan lahan untuk tujuan pembangunan penunjang kegiatan akademik.

Rabu, 17 November 2021 ditemukan sesosok mayat pria tanpa identitas terbaring kaku di Kebun Percobaan Cikabayan, tepatnya di kebun karet. Korban tersebut dievakuasi menuju RSUD Ciawi untuk dilakukan autopsi. Korban yang merupakan mahasiswa IPB University diduga meninggal akibat tergigit oleh ular berbisa.

Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan IPB University, Dr. Drajat Martianto turut berbela sungkawa. “Kepada mahasiswa yang sedang melakukan penelitian maupun praktikum di lapangan, diharapkan untuk lebih berhati-hati dan menerapkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang memadai.”

Kejadian tersebut menimbulkan pro dan kontra terhadap keberadaan ular yang belakangan ini sering ditemukan di dalam kampus. Mereka yang pro berargumen bahwa keberadaan ular sudah lebih dulu ada dan memang di situ lah habitat mereka. Sedangkan mereka yang kontra dan menentang keras apabila tidak segera dilakukan pembersihan ular di kampus dianggap akan menimbulkan korban lagi.

Mari kita coba merenung sejenak dan memahami situasi saat ini. Ular merupakan hewan melata yang umum berada di sekitar manusia. Mereka menghuni hampir di setiap tempat seperti hutan, sawah, perkebunan, pesisir, laut hingga di sekitar pemukiman warga. Banyak orang yang menganggap bahwa semua ular itu berbisa. Faktanya hanya 8% ular di Indonesia yang berbisa dan mematikan bagi manusia. Berdasarkan data monitoring UKF IPB 2016-2021, terdapat 29 jenis ular yang berada di IPB University dan 7 dari 29 yang berbahaya bagi manusia. 7 ular tersebut adalah ular welang (Bungarus fasciatus), ular weling (Bungarus candidus), kobra jawa (Naja sputatrix), ular cabai (Calliophis intestinalis), ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris), ular picung (Rhabdophis subminiatus), dan viper tanah (Calloselasma rhodostoma).

Ular welang (Bungarus fasciatus)
Ular cabai (Calliophis intestinalis)
Ular picung (Rhabdophis subminiatus)

Dianggap sebagai makhluk yang membawa petaka untuk beberapa orang, ternyata ular memiliki peran penting dalam suatu ekosistem, terutama mengendalikan siklus ekologi atau rantai makanan. Selain itu, pada dunia medis, bisa racun ular digunakan sebagai bahan penelitian pengobatan, dan yang paling umum adalah untuk pembuatan SABU (Serum Anti-Bisa Ular).

Kesalahpahaman masyarakat mengenai ular yang masih sering ditemui saat ini harus diluruskan. Mulai dari ular yang suka menyerang manusia, ular berbisa pasti berkepala segitiga, hingga ular jadi-jadian yang berwarna putih.

Sebenarnya ular takut apabila bertemu dengan manusia dan justru akan memilih untuk kabur menghindarinya. Mereka hanya akan menyerang apabila merasa terancam dan terpojok. Kemudian mengenai ular yang memiliki kepala berbentuk segitiga pasti sangat berbisa dan mematikan. Faktanya banyak ular yang berkepala bulat atau oval juga berbisa dan mematikan. Terakhir, mengenai ular yang berwarna putih merupakan akibat kelainan genetik, bukan makhluk jadi-jadian ataupun siluman. Hal tersebut karena beberapa varian ular seperti albino, sulfur, hypomelanistic, dan leucistic yang menyebabkan warna ular menjadi aneh dan unik.

Untuk mengenal ular lebih dekat, kita harus mengetahui siapa sebenarnya ular dan mengapa ular menjadi sesuatu yang cukup dihindari, bukan dibenci atau dibasmi.

Ular merupakan hewan melata yang tergolong di Kelas Reptilia, Ordo Squamata, dan Subordo Ophidia. Tidak berkaki, tidak memiliki telinga eksternal, tidak pula memiliki kelopak mata, merupakan hal unik pada hewan satu ini. Lalu, bagaimana ular mengenali lingkungan sekitarnya?

Banyak jenis ular yang lebih mengandalkan lidah daripada matanya untuk mengenali lingkungan sekitar. Lidah bercabang yang berfungsi menangkap partikel di udara yang kemudian diidentifikasi oleh organ jacobsonii dan diteruskan ke otak menjadi sumber utama ular mengetahui kondisi lingkungan di sekitarnya. Tidak hanya lidah yang digunakan oleh ular untuk mengenali lingkungan sekitar. Namun, ada juga jenis ular seperti ular pucuk (Ahaetulla prasina) yang memiliki penglihatan yang cukup baik dan tidak sepenuhnya mengandalkan lidahnya.

“Beberapa jenis ular di Indonesia seperti pit viper dan python memiliki sensor panas pada bagian bibir atas, atau di antara mata dan lubang hidung.” Ujar Nathan Rusli (Herpetolog Indonesia).

Foto ular pucuk (Ahaetulla prasina) (kanan), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris) (kiri).

Sebagai upaya bertahan hidup, mencari makan dan pertahanan diri, ular dianugerahi gigi taring, bisa, dan kemampuan melilit yang kuat. Perlu diketahui bersama, tidak semua ular berkepala segitiga berbisa, dan tidak semua ular berbisa berwarna terang mencolok. Contohnya adalah ular pucuk (Ahaetulla prasina) dengan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris) yang keduanya berwarna hijau dan kepalanya berbentuk segitiga atau meruncing. Perbedaannya, ular bangkai laut yang memiliki bisa mematikan dan berbahaya bagi manusia daripada ular pucuk yang bisa racunnya hanya bekerja pada mangsanya (bukan manusia). Selain itu, ular kobra jawa (Naja sputatrix) yang kita ketahui memiliki bisa yang sangat mematikan tetapi memiliki bentuk kepala bulat atau tidak meruncing.

Ular kobra jawa (Naja sputatrix)

Lantas, bagaimana kita dapat mengetahui mana ular yang berbisa dan tidak berbisa?

Belum ada cara yang mudah dan sederhana untuk mengenali ular berbisa dan tidak berbisa. Hal ini karena beberapa jenis ular memiliki penampakan luar (morfologi) yang sangat mirip dengan ular berbisa, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, hal pertama jika bertemu ular adalah menganggap semua ular itu berbisa dan mematikan bagi manusia.

Apa yang harus dilakukan jika bertemu ular?

Bila bertemu ketika sedang berjalan, segera menjauh secara tenang dan hindari gerakan yang mengagetkan si ular. Lebih baik mencari jalan lain meskipun lebih melelahkan daripada harus beradu dengan ular. Jika bertemu ular di dalam rumah, bergegaslah mencari tongkat yang cukup panjang seperti sapu atau benda panjang lainnya untuk mengusir atau memindahkan ular tersebut. Namun, apabila kedua hal tersebut tidak mungkin untuk dilakukan, teriaklah untuk meminta pertolongan. Hubungi pihak keamanan terdekat atau kelompok penyelamat ular untuk me-rescue ular tersebut.

Alam liar memang keras dan menakutkan bila kita tidak mengenalinya. Pahami bahwa setiap makhluk ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup dan memiliki perannya masing-masing. Oleh karena itu, jaga kelestarian alam sekitar agar ekosistem tidak terganggu dan jangan mengusik kehidupan makhluk lain.

Uni Konservasi Fauna

-Selamatkan Fauna Indonesia-

Tinggalkan Balasan