Survei Pendahuluan dan Masa Depan Sukaharja

Tanggal 4 Maret 2023, kami perwakilan bidang Sosial dan Lingkungan (Sosling) Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB (Aqeel UKF/DKRA/19-449 dan Akbar UKF/DKB/18-436) berencana melakukan survei desa binaan UKF teruntuk program kerja Social Conservation Program (SCP) yang bertempat di Desa Sukaharja, Kec. Sukamakmur, Kab. Bogor. Kami berangkat sekitar pukul 8.30 WIB dari Shelter Anggriawan UKF 2.0 dan sampai pada pukul 10.30 WIB. Ketika hampir sampai di Desa Sukaharja, kami langsung disuguhkan dengan 2 jenis elang, yakni Sikep madu asia (Pernis ptilorhynchus) dan Elang hitam (Ictinaetus malaiensis) dengan total jumlah 10 individu. Hal tersebut membuat kami semakin tertarik dengan desa ini. Akhirnya, kami pun sampai di warung untuk membeli perbekalan. Handphone kami tidak menjangkau adanya keberadaan sinyal. Maka dari itu, kami bertanya kepada penjaga warung apakah mengetahui tentang Patriot Desa. Singkat cerita, kami bertemu dengan Kang Soleh (patriot desa) yang sering berkunjung ke warung tersebut untuk sekadar nongkrong. Penjaga warung tempat kami singgah bernama Bajang, kami memanggilnya Mang Bajang. Beliau membantu kami  untuk menghubungi Kang Soleh beberapa kali, namun kami belum mendapatkan jawaban. Setelah beberapa saat, akhirnya Kang Soleh dapat dihubungi dan tak lama kemudian beliau datang menemui kami.

Foto: Tim Sosling UKF bersama Patriot Desa Sukaharja dan Warung Mang Bajang

Saya kira kegiatan hari itu hanya mengobrol dengan Kang Soleh dan warga, namun kami juga melihat taman baca. Kami melihat banyak jenis kupu-kupu di lokasi tersebut dan terbesit dalam pikiran untuk membuat butterfly feeding site sebagai sarana pembelajaran konservasi untuk anak-anak atau yang biasa kami sebut Conservation for Children.

Foto: Taman Baca Desa Sukaharja

Setelah itu, kami berencana untuk berkunjung ke Curug Cibeungang sembari melihat potensi alam yang ada. Sebelum pergi ke sana, kami menghampiri Bapak kepala dusun (Kadus) yang kebetulan merupakan Ketua Kelompok Sadar Wisata yang biasa disingkat PokDarWis. Kami bertemu Pak Kadus saat sedang berada di kediamannya. Sesampainya di sana, ternyata pak Kadus sudah siap untuk menemani kami mengeksplor keindaharan Desa Sukaharja. Tentunya kurang afdol rasanya jika kami tidak berkenalan terlebih dahulu dengan Pak Kadus. Perjalanan pun kami lanjutkan, namun sebelum memulai perjalanan kami menitipkan motor terlebih dahulu di rumah Pak Kadus karena perjalanan yang akan kami tempuh tidak bisa dilalui oleh kendaraan.

Kami berangkat melalui perumahan warga. Belum lama kami berjalan, hujan turun dengan derasnya. Kami pun berteduh di teras rumah warga karena beberapa dari kami tidak membawa jas hujan. Sembari menunggu hujan reda, kami berbincang sedikit mengenai satwa liar apa saja yang pernah dijumpai dan beberapa mitos yang dipercaya oleh warga desa.

Setelah hujan mulai reda atau gerimis, kami pun melanjutkan perjalanan. Sejak awal perjalanan kami sudah banyak sekali menemui burung, tapi kondisi di sana masih banyak sampah yang berserakan di jalan dan aliran sungai. Setelah berjalan sekitar 10 menit, pada akhirnya kami melewati persawahan dengan jalan setapak, lalu menyebrangi sungai yang arusnya lumayan deras karena sedang hujan.

Foto: Jalur persawahan

Setelah kami memasuki hutan dan perjalanan mulai menanjak, tiba-tiba saya melihat pohon bergoyang, saya rasa itu primata karena saya sering melihat primata menggoyangkan pohon seperti itu, dan betul saja, kami melihat ±30 individu Lutung jawa (Trachypithecus auratus), kami sangat terkejut karena kami sempat mengobrol mengenai lutung ini di warung Mang Bajang dan kini kami benar menemukannya. Fakta dari satwa ini ia merupakan satwa yang dilindungi negara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 733/Kpts-11/1999 tentang Penetapan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) sebagai satwa dilindungi, dan statusnya vulnerable menurut IUCN red list. 

Kami mengambil beberapa gambar menggunakan kamera. Pada saat itu, reaksi warga ketika bertemu lutung yaitu dengan meneriakinya, tepuk tangan dan sempat melemparkan barang. Warga tidak mengetahui bagaimana seharusnya ia bersikap dan bertindak ketika bertemu dengan satwa liar. Kami sontak memberikan arahan bahwa dalam ekowisata kita juga perlu memperhatikan aspek ekologi selain dari aspek ekonomi dan wisata karena di desa ini ingin membangun ekowisata. Kami pun menjelaskan bahwa lutung memiliki perilaku yang cenderung takut dan menghindar terhadap keberadaan manusia, apa lagi jika manusia mengganggu, menyakiti dan memburu. Warga bertanya apakah agar lutung selalu ada boleh diberi pakan, lalu kami menegaskan bahwa satwa liar tidak boleh diberi makan karena akan berdampak pada perubahan perilaku, seperti bergantung kepada pemberian manusia dan lebih parahnya mengambil barang manusia. Kami pun melanjutkan perjalanan ternyata tidak jauh dari lokasi penemuan lutung kami sampai di Curug Cibeungang.

Curug Cibeungang merupakan salah satu curug di Desa Sukaharja yang rencananya akan dijadikan spot ekowisata unggulan. Kami melihat bahwa curug atau air terjun ini memiliki 3 undakan dan pada undakan teratas memiliki mitos yang menyebutkan bahwa, “jika jomlo berenang di tempat tersebut maka akan cepat mendapatkan pasangan”.

Kami mendata beberapa jenis satwa yang terdapat di Desa Sukaharja, pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 Temuan burung di desa Sukaharja, kecamatan Sukamakmur

No Nama lokal Nama Ilmiah
1 Burung gereja erasia Passer montanus
2 Layang-layang batu Hirundo javanica
3 Layang-layang loreng Cecropis daurica
4 Bondol jawa Lonchura leucogastroides
5 Bondol peking Lonchura punctulata
6 Burung madu sriganti Cinnyris jugularis
7 Cabai jawa Dicaeum trochileum
8 Paok pancawarna Hydrornis guajanus
9 Kedasi hitam Surniculus lugubris
10 Wiwik uncuing Cacomantis variolosus
11 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster
12 Cekakak sungai Todiramphus chloris
13 Cekakak jawa Halcyon cyanoventris
14 Sepah kecil Pericrocotus cinnamomeus
15 Srigunting sp. Dicrurus sp.
16 Kadalan birah Paenicophaeus curvirostris
17 Bubut alang-alang Centropus bengalensis
18 Elang hitam Ictinaetus malaiensis
19 Sikep madu asia Pernis ptilorhynchus
20 Meninting sp.
21 Walet linci Collocalia linchi
22 Kekep babi Artamus leucorynchus

Tabel 2 Temuan mamalia di desa Sukaharja, kecamatan Sukamakmur

No Nama lokal Nama ilmiah
1 Lutung sunda Trachypithecus auratus
2 Kucing kuwuk Prionailurus bengalensis
3 Bajing kelapa Callosciurus notatus

Tabel 3 Temuan kupu-kupu di desa Sukaharja, kecamatan Sukamakmur

No Nama ilmiah
1 Nepthis hylas
2 Junonia sp.
3 Eurema sp.
4 Troides helena
5 Papilio demolion
6 Graphium sp.
7 Leptosia nina

Tabel 4 Temuan reptil di desa Sukaharja, kecamatan Sukamakmur

No Nama lokal Nama ilmiah
1 Kadal kebun Eutropis multifasciata
2 Biawak Varanus salvator 

Kami memasak perbekalan yang dibawa yaitu mie dan kopi sambil menikmati suasana curug dan tidak lupa membawa kembali sampah yang kami bawa.

Foto: Memasak perbekalan bersama patriot desa

Oh ya, akses menuju undakan teratas masih cukup sulit untuk diakses. Mungkin kedepannya, dapat ditambahkan bantuan berupa tali perbaikan akses secara minimalis dengan memperhatikan ekologi dan tidak mengubah bentang alam, karena kembali pada pengertian ekowisata yaitu suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Adharani et al. 2000) juga memberikan pengetahuan terhadap masyarakat, pengunjung, dan pengelola. 

Kami dan patriot desa pun turun dari undakan teratas. Sesampainya di curug paling bawah, banyak sekali lutung yang sedang berkumpul. Warga setempat telah mengerti bagaimana cara menghadapi satwa liar, sehingga lutung pun tidak merasa terancam dengan adanya keberadaan kami. 

Foto: Lutung jawa (Trachypithecus auratus)

Hal yang menarik lainnya yang kerap kami jumpai adalah burung pemangsa. Seperti yang kami temui di awal perjalanan, Elang hitam dan Sikep madu asia yakni burung migrasi yang persebarannya berada pada Palearktika Timur, India, Asia tenggara sampai dengan Sunda Besar. Adapun yang menetap (ras yang berjambul panjang torquatus dan ptilorhyncus), tersebar jarang di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa Barat. Ras Palearktika Timur yang berjambul pendek orientalis muncul sebagai pengunjung musim dingin di seluruh Sunda Besar sampai ketinggian 1200 m.

Foto: Elang hitam dan Sikep madu asia

Kami menduga bahwa desa Sukaharja menjadi tempat istirahat atau resting area dari burung Sikep madu asia yang sedang bermigrasi. Fenomena tersebut dapat menjadikan Desa Sukaharja sebagai titik pemantauan dari migrasi burung, contohnya pada Puncak Paralayang, Puncak Bogor.

Setelah itu, kami pulang ke kos Kang Soleh, membersihkan diri lalu berbincang dan makan malam. Hari itu diakhiri dengan berkumpul bersama warga di Warung Mang Bajang. Kami diterima dengan baik oleh warga sekitar. Kami kembali beristirahat di kos Kang Soleh, mempersiapkan diri esok hari untuk membuat jalur dari Gunung Pancaniti ke Curug Cibeungang.

Kami terbangun pukul 08.00 pagi dan bersiap untuk pergi membuat jalur. Kali ini ditambah personel satu orang lagi, yaitu satu warga desa lainnya. Awalnya, kami berencana menitipkan motor di cafe milik warga. Namun, tidak jadi kami lakukan karena jaraknya yang masih terlalu jauh dan pada akhirnya kami menitipkannya di rumah warga terdekat dengan jalur trekking. Baru saja kami memulai perjalanan, kami langsung disuguhkan dengan 6 individu Sikep madu asia dan 3 individu Elang hitam terbang tidak jauh di atas kepala. Kami melanjutkan perjalanan melalui jalir hutan Perhutani, yakni hutan pinus dengan kondisi tempat yang sejuk. Awal perjalanan diawali dengan kondisi jalan yang datar dan mulai menanjak ketika menaiki gunung Pancaniti. 

Foto: Sosling UKF dan warga Sukaharja trekking melalui jalur Perhutani

Kami menemukan banyak sekali Sikep madu asia di perjalanan. Terdapat sekitar 63 individu! Hal tersebut menambah keyakinan kami bahwa di Desa Sukaharja melupakan jalur migrasi dari burung tersebut. Sesaat kami terdiam karena takjub, sembari mengambil beberapa gambar. 

Kami melanjutkan perjalanan dan sampai di gubuk petani kopi, kami bertemu 2 orang petani dan 1 orang pemburu. Ketika sampai, kami beristirahat di sana sambil memperhatikan langit. Kami melihat Sikep madu asia dan Elang ular bido. Kami berbincang dengan para warga sembari menunggu hujan mereda. Kami membuka pertanyaan kepada pemburu apa yang biasa ia dapatkan, lalu beliau menjawab “burung Tekukur biasa dan Punai.” 

Foto: Perbincangan di Gubuk Petani Kopi

Tak lama setelah itu, kami melanjutkan perjalanan. Namun tidak seperti jalur sebelumnya, jalur yang kami lalui kini tidak terlihat karena tertutupi oleh tumbuhan bawah yang rapat dan semakin kami berjalan kami semakin sulit untuk melihat jalur. Hujan turun semakin deras, ternyata betul kami tidak berjalan pada jalur yang seharusnya. Kami banyak membuka jalan karena kami berada di lerengan dan saya juga mulai sering terperosok. Ketika hujan semakin deras dan petir semakin bergemuruh, kami berhenti sejenak dan berdiskusi mengenai jalur yang kami duga salah. Ternyata kedua warga yang memandu kami pun belum pernah melalui tempat tersebut dan akhirnya kami berusaha mencari jalan keluar.

Foto: Kondisi jalur turun gunung

Kami berada di lereng yang didominasi tanaman kopi, kami duga masih perkebunan warga. Sebelum melanjutkan perjalanan, Kang Soleh menawarkan untuk membawakan handphone saya agar tidak basah. Semakin jauh kami berjalan vegetasi semakin rapat, sehingga tidak ada jalur yang bisa kami pijak, kami selalu terperosok dan saya hanya bisa berpegangan pada pohon agar tidak terjatuh ke jurang. Mulai mendekati punggungan gunung, jalur semakin sulit untuk saya, dengan bobot tubuh dan barang yang saya bawa rasanya berat sekali, kami juga harus melalui tebingan yang penuh duri dan sangat licin. Saya harus bergegas karena jika hanya berdiri diam, saya pasti terperosok kembali ke bawah. Setelah melalui medan tersebut kini kami harus menaiki pohon tumbang yang menyerupai tangga untuk naik ke atas punggungan gunung karena tebing tegak tidak lagi bisa dilalui, pohon ini memiliki banyak cabang dan ditambah lagi rantingnya mempersulit kami untuk naik ke atas, beberapa kali kami harus melompat untuk naik, sampai saya sempat melempar tas saya ke atas agar saya bisa melompat ke atas. Ketika akan sampai, sangat disayangkan jika saya tidak mengambil dokumentasi, saya pun berniat mengambil hp yang dititipkan di Kang Soleh, setelah diperiksa oleh Kang Soleh handphone saya tidak ada dan ternyata handphone lainnya yang disimpan di tempat yang sama pun tidak ada. Keadaan mulai tidak kondusif, kami pun pergi ke punggungan gunung agar bisa berdiskusi dengan lebih aman, sesampainya di atas kami memeriksanya di dalam tas ternyata tidak ada juga. Kami pun berdiskusi untuk menentukan keputusan yang sulit, karena Pak Kadus memiliki ide kalau kami dibagi menjadi dua tim, saya bersama Pak Kadus dan satu warga lainnya melanjutkan perjalanan dan tim satunya yaitu Akbar dan Kang Soleh kembali turun untuk mencari hp. Saya mempertimbangkan waktu yang kami tempuh untuk melanjutkan perjalanan jika kami terus naik dan ada tim yang turun, karena jika kami berpisah akan lebih beresiko. Kami semua tidak mengetahui jalur, jadi kami memutuskan untuk bersama-sama turun kembali ke bawah untuk mencari beberapa handphone tersebut, walaupun kami telah membagi logistik untuk dua tim. Kami turun dan ketika tidak jauh berjalan, kami menemukan kedua handphone tersebut. Meskipun, jalur yang kami lalui merupakan jalur tersulit. Setelah ditemukan kami memilih untuk naik dan kembali melanjutkan perjalanan. Setelah berada di punggungan gunung, kami memilih untuk memotong kontur walaupun melewati lerengan dan jurang karena memang tidak ada jalur lain yang bisa ditempuh di sini.

Tak lama kemudian, kami melewati lerengan terbuka bekas tebangan pohon dan tanahnya sangat licin juga tidak ada vegetasi apapun yang tumbuh di atasnya, kami duga tempat itu untuk menggelindingkan log dari atas.

Foto: Jalur log

Jalur ini sangat seram karena tidak ada pegangan sedikitpun, terbesit dipikiran karena sebelumnya saya diminta pulang ke rumah oleh ibu saya “apa saya akan mati disini, pantas disuruh pulang haha,” konyol memang. Tetapi, ketika kondisi seperti ini hal itu bisa terjadi. Kami mengikuti jalur log tersebut dan sempat terpeleset lumayan jauh ke bawah ketika saya berpegangan pada pohon yang menyebabkan jempol saya masuk ke dalam tanah. Ketika saya lihat, saya kira jempol saya robek karena terdapat tanah diantara kulit dan kuku, saya sengaja tidak langsung mengeluarkan tanahnya karena saya khawatir akan terjadi pendarahan. Saya melanjutkan perjalanan dan di akhir jalur tersebut terdapat bebatuan yang saya duga tempat pemberhentian log. Kami akhirnya memasuki kebun pisang dan ternyata ada warga yang menandakan kami sudah dekat dengan perkampungan. Kami melanjutkan perjalanan dan sampai di persawahan dan beristirahat di jembatan yang menyebrangi sungai. 

Tangan saya iritasi karena terkena tumbuhan beracun dan luka di beberapa bagian, akibat kecerobohan menggunakan baju lengan pendek. Saya akhirnya mengeluarkan tanah yang ada di jempol akibat terpeleset tadi, syukur tidak terjadi pendarahan, tetapi tanahnya menusuk hingga dalam. Kami membersihkan diri dan memakan perbekalan, tak lupa juga untuk mengambil beberapa dokumentasi. Kami meminta warga lain untuk menjemput kami. Pak Kadus pulang terlebih dahulu, lalu Kang Soleh dan satu warga lain dijemput untuk mengambil kendaraan. Saya berdua dengan Akbar sedang asik berbincang sembari menunggu jemputan, tiba-tiba saya melihat seekor kucing dekat sekali dengan saya. Namun saya ragu, kucing tersebut kucing biasa atau kucing hutan. Akhirnya saya pun menghiraukannya. Setelah beberapa saat, Akbar juga melihat kucing tersebut. Untuk memastikannya, kami pun mengambil gambar dan betul saja, itu kucing hutan. Kami sempat mengambil gambar dan video, hingga akhirnya kami dijemput dan bersiap untuk pulang.

Foto: Kucing hutan/kuwuk (Prionailurus bengalensis)
Foto: Bentang alam Sukaharja

Kami singgah di kos Kang Soleh untuk mengambil barang yang tertinggal dan pulang dalam keadaan kotor serta basah, namanya juga anak muda haha. Perjalanan ditempuh selama 2 jam dari Desa Sukaharja menuju Sekretariat UKF di Kampus IPB Dramaga, yaitu pukul 17.00 sampai 19.00. Ya perjalanan ini lumayan panjang dan banyak yang bisa kita pelajari dari mengapa persiapan itu penting dan bagaimana kita melihat sumberdaya alam. Banyak harap kami kepada Desa Sukaharja, dan semoga kami bisa terlibat dalam Sukaharja berproses, agar kami bisa memberikan pandangan dan ilmu kami dalam konservasi, yang menjadikan Desa Sukaharja Desa Biodiversitas yang didalamnya terdapat ekowisata dalam artian yang tepat (NAPM – UKF/DKRA/19-449 & APD – UKF/DKE/19).

Uni Konservasi Fauna

Selamatkan Fauna Indonesia

Daftar Pustaka

Adharani Y, Zamil YS, Astriani N, Afifah SS. 2020. Penerapan konsep ekowisata di kecamatan Cihurip kabupaten Garut dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Jurnal UNPAD. 7(1):179-186.

Tinggalkan Balasan